VOC menuntut monopoli perdagangan di Makasar, tetapi tuntutan itu ditolaknya. Akibatnya muncul beberapa kali ketegangan antara kedua belah pihak. Serangkaian ketegangan itu antara lain:
1. VOC menduduki benteng Panakukang yang dirasa sebagai ancaman bagi Makasar.
2. Pasukan Karaeng Tallo menyita barang-barang muatan pada kapal De Walvis sementara tuntutan VOC untuk mengembalikannya ditolak oleh Makasar.
3. Makasar menyita barang dan membunuh awak kapal Leeuwin ketika terdampar di Pulau Don Duango.
Akhirnya, pada tahun 1660 pecah perang. Kerajaan Makasar dipimpin oleh Sultan Hasanudin yang dibantu oleh Karaeng Tallo, Karaeng Popo, dan Karaeng Karunrung. Karena sangat gigih menentang VOC, Sultan Hasanudin diberi gelar “ayam jantan dari timur”. Untuk mengatasi perlawanan Makasar, VOC dibawah pimpinan Cornelis Speelman melakukan politik adu domba, yaitu menghasut Aru Palaka (Raja Bone) untuk melawan Sultan Hasanudin.
Pada tahun 1667, VOC di bawah pimpinan Kapitan Yonker berhasil mengalahkan Makasar. Pada tanggal 18 november 1667, Sultan Hasanudin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya, yang isinya:
1. Makasar mengakui monopoli dagang VOC.
2. Makasar melepaskan daerah-daerah jajahannya.
3. Makasar harus mengganti kerugian.
4. VOC mendirikan benteng Rotherdam di Makasar.
5. Makasar harus minta izin kepada VOC jika melakukan pelayaran perdagangan. Perjanjian Bongaya sangat merugikan Makasar, sehingga pelaut-pelaut Makasar yang tidak mau tunduk kepada VOC pergi merantau ke Jawa dan membantu gerakan melawan VOC di daerah lain, seperti Kraeng Galesong yang bergabung dengan Trunojoyo.
Kunjungi juga: http://matakristal.com/
Home » Pelajaran Sejarah » Perlawanan Kerajaan Makasar
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar